Menikmati Proses. Meladeni Obsesi. Mengakrabi Tuhan.

Eclipse Tour

Posting Komentar
Ini adalah pengalaman yang mungkin hanya akan kudapatkan beberapa kali atau bahkan 1 kali dalam hidup. Mengejar bayangan, meminjam  tagline dari Dinas Pariwisata dan Wonderfull Indonesia. Tapi kalau aku sendiri sih lebih senang dengan istilah Berburu Gerhana atau Eclipse Tour pada pengalamanku hari ini. Ya tanggal 9 Maret adalah waktu terjadinya gerhana matahari total (GMT) di sebagian wilayah Indonesia. Kerennya GMT kali ini hanya ada di Indonesia sebagai negara dan daratan yang terkena lintasan bertemunya bumi, bulan, dan matahari dalam satu garis sejajar. Di Indonesia sendiri kalau tidak salah hanya ada 12 provinsi termasuk Kalimantan Selatan. Itupun hanya ada di 3 Kabupaten yaitu Hulu Sungai Utara, Balangan, dan Tabalong.

Di Depan Masjid Raya Al-Abrar

Hari ini aku dan suami "menjelajah" ketiga kabupaten tersebut. Itulah mengapa perjalanan hari ini kunamai Eclipse Tour. Sejak mendengar akan terjadinya GMT dan pusatnya di 3 kabupaten tersebut, aku mulai merencanakan perjalanan hari ini. Ya, aku mengorbankan pagi hari liburku dengan bersibuk ria. Bahkan sejak tadi malam aku sudah mulai preparing. Tadi pagi, sebelum jam 5 aku sudah bangun untuk menyiapkan sarapan dan bekal perjalanan kami. 

Target berangkat sih jam 6 teng. Tapi apa daya aku sibuk ini itu, saat berangkat jam sudah menunjukkan 06.20 WITA. Beruntunglah sampai di Islamic Center Tanjung, Kabupaten Tabalong masih pukul 07.40. Dengan waktu perkiraan puncak GMT jam 8.30 aku dan suami punya bnayak waktu untuk menikmati pemandangan di IC yang memang indah. Ada banyak sekali orang yang datang untuk menyaksikan gerhana matahari disana. Ada juga Mahasiswa IAIN Antasari Banjarmasin yang katanya berasal dari Jurusan Ilmu Falaq lengkap dengan peralatan mereka. Selain itu aku juga bertemu dengan rombongan teman satu kampus beda jurusan. Bahkan aku juga bertemu dengan teman kantor yang juga bersama istrinya.

Suasana di Islamic Center Tanjung sebelum terjadi GMT

Sebelum sampai di Tanjung, kami melewati Balangan dengan ibukota Paringin. Pengamatan di Balangan dipusatkan di Masjid Al-Akbar yang letaknya di samping jalan raya. Ada beberapa polisi yang mengawal kelancaran pengamatan disana. Waktu kami lewat orangnya masih kurang banyak, hanya sekitar 100 orang. Mungkin karena masih terlalu pagi ya. Selain itu titik pusat pengamatan GMT juga ada di Bandara Warukin yang sudah masuk kabupaten Tabalong.

Sebelum terjadi gerhana, di IC dilaksanakan shalat gerhana. Selain itu ada acara lomba habsy tingkat sekolah. Aku sendiri kurang menonton acaranya. Kegiatanku disana hanya mengelilingi IC dan foto-foto. Haha. Ternyata di komplek IC tersebut ada minatur kabah untuk latihan manasik haji. Setelah shalat gerhana, GMT mulai terjadi. Aku dan suami mencari posisi yang tepat untuk melihat GMTnya langsung. Well, tidak kelihatan sih lingkaran bulan mataharinya karena tertutup awan. Tapi redupnya itu lho terasa sekali hingga gelap sampai berangsur terang kembali. Subhanallah banget, bisa menyaksikan fenomena alam yang hanya terjadi 375 tahun sekali di tempat yang sama. Beruntung juga aku bisa mengabadikannya dalam kamera video.


Setelah puas menikmati wisata gerhana di Masjid Al-Abrar alias Islamic Centernya Tanjung, aku dan suami melanjutkan petualangan dengan menyusuri Kota Tanjung. Jalannya lebar-lebar dan serupa dengan Balangan kota ini hidup mayoritas dari pertambangan batu bara sehingga debu dan bus karyawan perusahaan tambang banyak berkeliaran di jalan utama. Oya, Tugu Api yang menjadi ikon Kota Tanjung ternyata api obornya sudah padam. Wah, apakah bahan bakar di buminya sudah habis ya?

Perjalanan kami lanjutkan melewati Kelua lalu tembus ke Amuntai, ibukota kabupaten Hulu Sungai Utara yang juga menjadi salah satu pusat pengamatan GMT. Alhamdulillah bisa merasakan trip melewati 3 kabupaten. Ternyata sebagian besar wilayah Amuntai sedang kebanjiran. Di sisi kanan kiri jalan berupa sungai dan rawa, hal itu membuat jalanan terendam air. Sebuah langgar dan beberapa warung makan di tepi sungai dekat Pasar Amuntai ambruk karena longsor. Jalanan  menjadi macet. Di taman kota Amuntai kami beristirahat sambil makan bekal dan jajan-jajan. Dari sana kami melanjutkan perjalanan pulang. Di Desa Haur Gading kami belok melewati jalan hutan kebun karet. Hanya sekitar 4 km masuk ke dalam eh ternyata tembus ke Desa Mungkur Panjang, desa terisolir di tengah hutan yang masih masuk desaku, Desa Labunganak. Benar-benar trip yang mengesankan. Pulangnya kita langsung beristirahat dan menghabiskan sisa hari libur bersama keluarga.[]


Banjir di Amuntai
Rindang Yuliani
Hi, I'm Rindang Yuliani. I'm a writer, a civil servant, and living in Barabai, South Borneo. I love reading and I'm interested in travelling. My first book is Escape, Please!

Related Posts

Posting Komentar