Menikmati Proses. Meladeni Obsesi. Mengakrabi Tuhan.

Haul Guru Sekumpul ke-10

Posting Komentar
Well, mungkin ini latepost karena sebenarnya acara yang kuceritakan ini telah berlangsung lebih dari 1 minggu yang lalu. Tepatnya pada hari Minggu, tanggal 26 April 2015. Tahun ini merupakan haulan yang ke-10. Aku masih ingat 10 tahun yang lalu ketika Guru Sekumpul meninggal, aku masih kelas 2 SMP. Tanggal hari itu pun aku masih ingat, 10 Oktober 2005 karena bertepatan dengan tanggal lahir salah satu temanku.

Gambaran jalan raya yang macet menjelang haul
Menyaksikan sendiri bagaimana ramainya perayaan haul Guru Sekumpul berbeda dengan hanya mendengar dari cerita orang lain. Berhubung selama hampir 5 tahun aku di Banjarbaru, aku tak pernah sekalipun ikut acara ini dan kupikir karena tahun ini aku terakhir di Banjarbaru, jadi aku memutuskan untuk ikut.

Bersama dua orang sepupuku, aku pun berangkat bada ashar sore Minggu padahal acaranya baru mulai setelah Maghrib. Kami berangkat cepat karena menurut pengalaman orang-orang tahun sebelumnya jalan bakal macet banget dan tentu saja kemungkinan duduk dekat kubah (makam) guru sekumpul sangat tipis. Benar saja, meski sekitar 3 jam lagi acara baru mulai, kami sudah melewati antrian kendaraan yang panjang. Parkiran kami capai susah payah, itu pun berjarak jauh sekali dari kubah. Mungkin sekitar 7 km.


Ada banyak orang yang rela duduk di tanah (becek) beralas koran

Demi niat dapat tempat yang strategis dan dekat dengan kubah kami berjalan dengan semangat meskipun berbanjir peluh. Selip sana selip sini. Masuk gang ini, masuk gang itu. Akhirnya seluruh tempat semakin penuh dan orang-orang mulai membentangkan sajadah yang dialasi koran di teras-teras dan bahkan di atas aspal jalan. Ketika pada akhirnya mentok, aku dan 2 sepupu kemudian duduk di teras rumah orang. Beruntung kami masih muat.

Foto dari tempat dudukku di teras rumah orang

Setelah shalat maghrib berjamaah, acara haulan dimulai. Berbagai macam bacaan dilantunkan, shalawat nabi, dan doa-doa untuk Guru Sekumpul serta seluruh umat muslim dipanjatkan. Segelintir orang berpendapat mengenai hukum haul ini. Aku yang memang kurang paham pada bagian itu menyimpulkan bahwa haul ulama-ulama besar seperti ini merupakan bidah hasanah. Wallahualam.

Penampakan bagian dalam makam yang tidak dibuka untuk umum

Ternyata setelah rangkaian doa selesai dibacakan, semua jamaah dapat konsumsi lho. Alhamdulillah. Lumayan nasi kotak isi daging plus 1 gelas air mineral. Aku membayangkan berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk membiayai konsumsi beratus ribu jamaah yang datang dari berbagai pelosok Kalimantan ini. Mbak-mbak di sebelahku mengaku datang dari Kintap, sebuah kecamatan kecil kabupaten Batu Licin di ujung Kalsel. Pun jamaah dari luar Kalsel seperti Samarinda, tak terhitung berapa banyak bus yang mengangkut para jamaah tersebut. Subhanallah.

Dua putra Guru Sekumpul yang memimpin haul
Ketika di jalan pulang, macet benar-benar total. Ini bukan karena panitia yang tak becus tapi memang karena benar-benar membludaknya jumlah orang dan kendaraan  yang ada. Bahkan jalan pulang kita sudah melewati jalur alternatif yang diatur panitia, tetap saja kayak siput. Aku menghitung kami menghabiskan waktu dijalan selama 45 menit waktu pulang. Padahal normalnya hanya sekitar 15 menit. Tapi aku harus mengacungkan jempol untuk para panitia, kerja keras mereka luar biasa. Tanpa mereka jalanan mungkin akan jauh lebih semrawut.


Penampakan dengan foto udara saat haul berlangsung. (Sumber: Facebook)
Rindang Yuliani
Hi, I'm Rindang Yuliani. I'm a writer, a civil servant, and living in Barabai, South Borneo. I love reading and I'm interested in travelling. My first book is Escape, Please!

Related Posts

Posting Komentar