Menikmati Proses. Meladeni Obsesi. Mengakrabi Tuhan.

Sekaca Cempaka

Posting Komentar
Dua bulan yang lalu (hiks, late post banget ya), aku mengikuti diskusi novel karya Nailiya Nikmah yang berjudul Sekaca Cempaka. Sampai sekarang, aku belum baca novelnya sih. Tapi dari diskusi tersebut aku tahu inti cerita dalam novelnya.

Ada dua orang yang pernah menjalin hubungan percintaan, kemudian sama-sama menikah dengan orang lain. Di suatu ketika, setelah beberapa tahun umur perkawinan mereka masing-masing, si tokoh perempuan menemukan sebotol bunga cempaka di gudang rumahnya. Ia ingat yang memberikan sekaca cempaka tersebut adalah seorang "mantan"nya yang kini juga sudah menikah. Entah apa gerangan, kenang-kenangan tersebut membuatnya risau bermalam-malam. Dengan kebetulan yang sedemikian rupa, ia pun akhirnya bertemu dengan lelaki masa lalunya tersebut yang juga memiliki sekaca cempaka yang lain, pasangannya. 

Hubungan nostalgia pun terjadi, membuat rumah tangga kedua belah pihak terancam kandas. Apakah sepasang cempaka mempunyai nilai mistis serupa guna-guna? Dengan berbagai jalinan cerita akhirnya, kata yang pernah membaca, novel ini berakhir dengan win-win solution.

Sekaca Cempaka sendiri dalam kultur orang Banjar merupakan bunga cempaka yang dimasukkan dalam botol kaca yang berisi cairan-entah-apa, yang jelas bunga cempaka tersebut menjadi awet meskipun bertahun-tahun berlalu. Mitosnya, pasangan yang memegang sepasang cempaka ini hubungannya juga akan awet seawet cempaka dalam botol.

Novel ini berlatar belakang budaya Banjar, sehingga pantaslah jika menjadi pemenang lomba novel di Aruh Sastra -event sastra tahunan di Kalimantan Selatan. Selain itu, latar belakang penulis yang orang pahuluan asli juga menjadikan novel ini sangat kental dengan budaya Banjar.

Di diskusinya sendiri yang lebih banyak dibahas adalah bagaimana patriarki dalam kehidupan masyarakat Banjar. Novel ini -katanya, mencoba menentang "kebiasaan" orang Banjar yang biasanya perempuan yang nrimo, dalam novel ini perempuannya yang berselingkuh.


Aku sendiri berpendapat, meskipun belum membaca, novel ini cukup keren. Dengan setting tempat dan budaya di tempat sendiri, bukan tidak mungkin memperkaya khazanah wawasan pembaca bahkan untuk orang Banjar sepertiku yang mungkin tidak tahu detail budaya Banjar yang kaya.
Rindang Yuliani
Hi, I'm Rindang Yuliani. I'm a writer, a civil servant, and living in Barabai, South Borneo. I love reading and I'm interested in travelling. My first book is Escape, Please!

Related Posts

Posting Komentar