Menikmati Proses. Meladeni Obsesi. Mengakrabi Tuhan.

Tidur di Bawah Hujan

Posting Komentar
Eksis dulu di depan air terjun

Ini adalah pengalamanku akhir pekan lalu, saat mengunjungi kegiatan perkemahan yang diadakan oleh adik-adik pengurus himpunan. Sabtu sore kami berangkat dari Banjarbaru ke Mandiangin. Cuaca cerah ceria. Bahkan bisa dibilang panas, meskipun waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Sampai di sana setelah kurang lebih 45 menit perjalanan kami masih sempat jalan-jalan dan foto-foto di bawah air terjun di dekat lokasi perkemahan.

Sepulang dari sana, barulah kami mengikuti acara sebagai visitor. Acaranya berupa ospek jurusan yang diberi nama Malam Keakraban (Makrab). Semuanya berjalan lancar hingga waktu peserta tidur.

Visitor lagi ngerumpi
Menjelang tengah malam, peserta dibangunkan. Teriakan dan bunyi sirene menghiasi acara pembangunan. Aku ingat sekali dulu itu pas aku jadi peserta. Rasa takut dan terkejutku bercampur jadi satu. Terkejut karena ternyata kakak-kakak tingkat yang sehari-harinya kelihatan manis, malam itu berubah menjadi serigala yang sepertinya siap memangsa peserta jika melakukan kesalah sedikit saja *LOL

Sejak dua tahun yang lalu, berperan sebagai serigala ternyata cukup menyenangkan *eh. Seperti juga malam itu, aku bersama teman-teman ambil bagian jadi tim huru-hara bersama panitia.  Setelah sedikit pemanasan, para peserta kemudian diberangkatkan jurit malam yaitu menjelajah rute di dalam hutan dan melewati pos-pos panitia untuk menerima materi. Aku dan teman-teman visitor lain juga kebagian jaga pos. ketika kelompok ke-3 peserta diberangkatkan, aku dan teman-teman satu pos juga berangkat ke pos ke-4, dimana kami ditempatkan.

Yang kebagian jaga di posku ada sekitar 10 orang, aku dan teman-teman dari mahasiswa yang belum aktif tapi bukan panitia 4 orang, 4 orang kakak alumni, dan 2 orang panitia. Nama posnya adalah Pos Mental, yaitu pos yang bertugas menguji mental para peserta dengan cara-cara yang ekstrem. Cara-cara tersebut dilakukan dengan alasan kesalahan yang peserta lakukan, dari yang sepele hingga benar-benar yang menjengkelkan selama mereka menjadi mahasiswa.

Tiba-tiba ketika api unggun kecil kami baru saja menyala, hujan datang memadamkannya. Kami kira hujannya hanya kecil dan sebentar karena ada angin yang mungkin akan membawa awan mendung ke daerah lain. Selain itu kami juga yakin jurit malam akan tetap jalan karena para peserta sudah bawa jas hujan. Sehingga kami tetap meutuskan berada di sana meski mulai basah kuyup. Aku berdiri mepet ke batang pohon besar yang ada di sana, berharap kanopinya memayungiku. Saat mendongak ke atas, alamak, kanopinya bolong-bolong. Jaketku mulai basah. Rasa dingin mulai menyelinap. Beruntung tas dan segala isinya sudah diselamatkan dalam kantong plastik besar. Kurang lebih setengah jam sudah kami di bawah guyuran hujan, tiba-tiba ada panitia yang datang. Kak, jurit dipending, kembali ke tenda. *tepok jidat, sambil ngomel

Dengan melewati sungai kecil dan tanjakan curam kami kembali ke tenda. Ternyata peserta sudah dikumpulkan di tenda panitia. Ckck, tau gini  ga perlu nunggu dari tadi. Maklum, orang-orang di pos mental emosian semua =D

Kami kemudian rapat dengan panitia. Alasan mereka menghentikan jurit karena medan yang cukup berbahaya. Benar juga sih. Keputusan kemudian diambil. Acara dilanjutkan dengan perubahan jalur jurit. Medan yang diambil lebih aman dan lebih dekat dengan lapangan perkemahan. Untuk menghemat waktu, dua kelompok digabung menjadi satu kelompok. Dan mereka rolling di setiap pos sehingga tidak ada pos yang nganggur.

Selama menanti di pos yang baru kami menggigil kedinginan. Tak lama, hujan turun lagi dengan derasnya. Kami berinisiatif balik lagi ke tenda. Ternyata malah papasan dengan kelompok peserta yang akan ke pos kami. Cepat-cepatlah kami balik ke tempat sambil cekikikan di bawah hujan. Aksi kemudian dijalankan. Teriakan-teriakan kembali terdengar dari pos kami. Aku yang awalnya slow jadi sedikit naik darah melihat mental-mental tempe peserta.

Ada beberapa peserta yang berjatuhan, padahal mereka pakai jas hujan. Bagaimana kami yang sama sekali dari awal nggak pakai jas hujan? Brrrr. Setiap peserta tidak ada aku meringkuk jongkok. Asli dinginnya pakai banget. Tapi kalau peserta sudah datang, kami seakan lupa kalau saat itu hari sedang hujan. Teriakan-teriakan yang membuat mulut kami berasap menjadikan aura hangat di sekitar kami.

Jam setengah lima pagi, acara jurit malam selesai tapi hujan belum bersedia untuk reda. Seluruh manusia di bumi perkemahan tersebut langsung masuk ke tenda peleton milik panitia. Peserta, panitia, alumni, dan kakak tingkat jadi satu. Berdesak-desakan. Tak ada yang bisa kami lakukan selain menunggu pagi (haa kayak judul lagu). Biarpun hujan berhenti tetap tak ada yang bisa dilakukan karena memang agendanya adalah tidur atau istirahat.

Lelah cerita-cerita, aku dan teman-teman memosisikan diri agar bisa melelapkan mata. Aaaa, sama sekali nggak enak. Seingatku aku berkali-kali ganti posisi. Tidak terlalu lelap, tapi cukup membuatku bermimpi. Aku sudah lupa mimpi apa, tapi sepanjang tidur aku sadar merasa dingin. Tentu saja, selimutku adalah jaket basah. Mencoba menghangatkan diri, aku mengoleskan minyak angin ke tangan dan kaki. Tapi ternyata kombinasi panas minyak angin dan kondisi dingin badan itu sama sekali nggak enak. Perih.

Aku merasa tidur di bawah hujan. Didukung pula posisiku tepat berada di bawah jendela tenda peleton yang terbuka. Meskipun hanya setetes-setetes air yang jatuh mengenai tubuhku, tapi tetap saja semakin lama semakin menambah dingin. Belum lagi ketika angin berhembus. Brrr, dingin sekali meski tenda sudah ditutup, hembusan angin tetap menembus tenda. Tak ada angin atau hujan saja cuaca di saat fajar itu udah horor dinginnya. Apalagi ini hujan, tubuh basah, ada angin, di pegunungan lagi. #Aaaaa

Ketika matahari muncul kami langsung ngacir ke motor masing-masing. Karena kami visitor, jadi bebas mau pulang kapan saja. Hihi. Kombinasi tubuh basah, rasa dingin, kepala pusing membuatku harus berhati-hati menembus jalanan pagi yang sepi di bawah gerimis. Aaah, benar-benar pengalaman tak terlupakan bersama hujan.

Peserta Makrab
Rindang Yuliani
Hi, I'm Rindang Yuliani. I'm a writer, a civil servant, and living in Barabai, South Borneo. I love reading and I'm interested in travelling. My first book is Escape, Please!

Related Posts

Posting Komentar