Menikmati Proses. Meladeni Obsesi. Mengakrabi Tuhan.

Biji Zarah, Bagaimana Sebuah Kesalahan Kecil Bisa Berakibat Fatal dan Selamanya

5 komentar
Di dunia ini ada hal-hal kecil tapi penting bagi sebagian orang. Sedang bagi sebagian orang yang lain hal tersebut sepele, hanya sebesar biji zarah. Mereka tidak menyadari bahwa hal-hal kecil tersebut bisa berdampak sangat besar bagi orang lain.

Aku pernah beberapa kali mengalami kekecewaan karena hal-hal kecil tapi penting ini diabaikan oleh orang lain, baik sengaja maupun tidak sengaja. Pertama, pada saat ijazah SD-ku tempat lahirku yang ditulis berbeda dengan fakta dan akta kelahiran. Mungkin guru yang menulis akta tersebut menyamaratakan semua siswanya yang sekolah di desa tersebut juga lahir di sana. Saat itu tahun 2004 umurku baru 12 tahun, tidak paham bahwa hal tersebut akan berdampak besar nantinya.

Akta kelahiran asli vs akta kelahiran palsu

Saat SMP, orangtuaku bolak-balik mengurus ke sekolah agar di ijazah SMPku nanti tempat lahirku disesuaikan dengan akta kelahiran. Namun dari pihak SMP-ku tidak berani karena ijzah SD-ku sudah tercatat dalam arsip negara katanya, kalau berbeda dengan ijazah SMP nanti malah bakal mungkin jadi masalah di kemudian hari. 


Dampaknya? Hingga sekarang, aku selalu mengisi TTL dengan tempat lahir yang salah, hanya karena "kesalahan kecil" seseorang. Bahkan aku harus rela membuat akta kelahiran baru dan palsu agar data di ijazah dan akta kelahiran tidak berbeda.

Ijazah SMA-ku beda lagi ceritanya. Saat aku melaminating, ijazah SMA-ku terbakar ujungnya karena mesin laminating yang rusak. Oh oh, aku sudah tak mampu marah lagi saat itu saking kesalnya pada penjaga toko fotokopi yang lalai tersebut. Berniat ingin melindungi dokumen penting dengan cara melaminating, eh ternyata malah terbakar seperti ada orang yang ingin melenyapkan bukti kelulusanku saja. Hal tersebut mungkin sepele bagi penjaga toko fotokopi tersebut. Tapi hingga sekarang aku tak pernah melupakan kesalahannya setiap melihat ijazah SMA yang sering dibutuhkan dalam melengkapi persyaratan akademik atau kependudukan.


Pada saat semester 1 kuliah aku lagi senang-senangnya ikut seminar. Waktu itu aku ikut seminar tekno yang membahas tentang virus dan anti virus. Hingga sekarang, sertifikatnya tak pernah sampai di tanganku. Tak kurang dari 10 kali aku berusaha menghubungi salah seorang panitia tempat aku mendaftar acara tersebut. Tapi terlalu banyak alasan yang ia utarakan hingga sertifikatku kini entah ada di mana. Sebegitu sepelekah sertifikat milik orang lain hingga tak ada usaha untuk mengembalikannya?

Pernah juga aku menang lomba menulis yang diadakan oleh sebuah organisasi besar di kampus. Hingga sekarang hadiah dan piagam penghargaannya belum pernah kuterima. Panitianya buruk, begitu kesimpulanku. Dari pengumuman yang kubaca, hadiah bisa diambil pada saudara Fulanah, karena tak ada acara serah terima hadiah. Ketika kutanyakan pada yang bersangkutan ternyata hadiahnya belum disiapkan dan piagamnya belum selesai dibuat. Oke, Itu bisa ditunggu.

Hingga satu tahun berlalu. Kutanyakan kembali. Jawaban yang menggantung dan saling lempar tanggung jawab yang kudapat. Ah, jera rasanya berkarya dan ikut lomba dengan panitia model seperti itu. Bukan tentang hadiahnya, tapi tentang tanggung jawab dan penghargaan terhadap karya orang lain. Itu mungkin hanya sebesar biji zarah bagi si panitia, tapi bagiku buruk sekali efeknya. Ketiadaan apresiasi adalah salah satu hal yang membuat semangat berkarya seseorang pudar.  Perasaan down dan jera berkarya adalah hal yang berbahaya dalam diri seseorang.

Pengalaman lainnya saat perayaan wisuda kemarin. Seorang staf akademik di kampusku saat menulis biodataku tertukar dengan seorang temanku, meliputi no HP, alamat, judul skripsi, dan IPK. Sehingga di buku alumni fakultas dan universitas biodataku salah. Sungguh, aku kesal sekali. 

Efeknya tentu saja setiap orang yang mengamati isi buku alumni akan mendapatkan data yang salah tentang diriku. Bayangkan ada 2000 lebih orang yang lulus pada periode yang sama denganku. Mungkin hanya teman seangkatanku yang ngeh kesalahan data tersebut, sisanya tentu tak menyadarinya. Jika nanti ada yang bertanya seputar topik skripsi temanku yang salah tempat tersebut, maka tentu saja aku tak bisa menjawabnya karena bukan aku yang mengerjakannya.


Bahkan pada saat pengumuman wisudawan terbaik hampir saja namaku tak jadi dipanggil karena nilai IPK tertukar. Kebetulan aku tak sempat ikut gladi resik di hari sebelumnya. Beruntung sebelum acara aku sempat komplain ke panitia yang juga sempat nyolot karena mengaku hanya mengikuti yang tertulis di kertas catatan. Lihat, betapa besar efek yang ditimbulkan oleh kesalahan kecil tak sengaja seorang staf administrasi.



Ini pengalaman terbaru dan sangat mengesalkan. Aku menjahit kain untuk seragam di kantor. Saat aku mengantar kain untuk dijahit, penjahitnya bilang sedang banyak antrian, tunggu sekitar dua bulan. Okelah kusanggupi. Dua bulan kemudian ketika seragam yang sama sudah dipakai oleh semua teman sekantorku, aku mendatangi tempat jahitnya. Ternyata kainku masih utuh tak digunting. Alamak. 

Dua minggu kemudian, suamiku yang mendatangi tempat tersebut. Sesuai pesanku jika kain tersebut masih belum digunting juga, mending diambil saja. Ternyata benar. Beruntung bukan aku yang kesana, kalau iya mungkin saja aku sudah kelepasan ngomel. Hari Senin sore kemudian aku mengantar kain tersebut ke penjahit lain, hari Jumat ternyata sudah selesai dan bisa diambil. Ya ampun, sebentar sekali. Bayangkan aku menunggu hampir 3 bulan untuk menjahit kain yang sama.


Begitulah beberapa pengalamanku tentang hal-hal yang disepelekan oleh orang lain. Namun bagiku hal-hal tersebut berarti dan berefek besar dalam hidupku. Semoga aku pribadi terjaga untuk tidak melakukan hal yang sama pada orang lain. Aamiin. []
Rindang Yuliani
Hi, I'm Rindang Yuliani. I'm a writer, a civil servant, and living in Barabai, South Borneo. I love reading and I'm interested in travelling. My first book is Escape, Please!

Related Posts

5 komentar

  1. betapa sering pengalamannya yang kurang menyenangkan soal kesalahan kecil ini ya mbak :( lalu overcomingnya bagaimana??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebagai korban, saya menyikapinya dengan mengajukan komplain ke pihak yang bersangkutan. Seringnya sih mereka bilang tidak sengaja dan tak bisa mengubah kembali keadaan yg sudah terlanjur. Di titik tersebut, saya merasa marah. Namun, saya mencoba untuk ikhlas dan berdoa agar kejadian yang sama tidak terulang pada saya atau siapa pun.

      Hapus
  2. waduh kok bisa gitu ya, memang orang yang ngurusin itu harus ekstar sabar dan hati2 sekali akrena ini menyangkut data orang lain

    BalasHapus
  3. Iya, Mbak Tira. Sbg pengingat juga bg saya sendiri jika punya amanah yg menyangkut org lain kudu hati2 dan teliti.

    BalasHapus
  4. Baru liat blog nya, jadi ijazah sma nya gimana mba?

    BalasHapus

Posting Komentar