Menikmati Proses. Meladeni Obsesi. Mengakrabi Tuhan.

Karang dan Melati

Posting Komentar
Novel ini sedih sekali. Membuat mataku sembab dan akhirnya bengkak setelah bangun pagi. Tidak perlu menunggu esok hari untuk menyelesaikan novel setebal 306 halaman ini. Ceritanya yang memikat membiusku sejak bada maghrib hingga tengah malam. Kemalangan para tokoh dan pemahaman atas hidup yang dirasa tak adil membuatku tak kuasa menutup katup saluran air mataku hingga merembes berkali-kali dan membuat tisu berantakan di sekitar "singgasana"ku.


Cerita ini berawal dari tiga doa yang melingkar berpilin di angkasa pada suatu malam. Tiga doa itu milik Bunda HK, Kinasih, dan seorang ibu-ibu gendut tertuju untuk dua orang yang menjadi tokoh utama novel ini; Karang dan Melati. Sejak tiga doa tersebut terjawab dengan anggukan-Nya, kisah ini membawa Karang untuk menemui Melati. Satu minggu berlalu tanpa hasil yang diharapkan dari pertemuan itu. Hingga akhirnya Tuan HK yang tak senang dengan kehadiran Karang yang kasar dan pemabuk di rumahnya, mengusir Karang. Ketika Tuan HK harus pergi ke Jerman selama 3 minggu, kesempatan kedua itu datang. Namun setelah 19 hari terlewati, kemajuan tak nampak di mata Karang. Sisa 2 hari lagi peluit panjang akhir dari permainan akan berbunyi. Karang benar-benar stress bagaimana seharusnya "menghadapi" Melati. Stress sempurna tercipta ketika peluit itu berbunyi prematur. Di hari ke-20, Tuan HK hadir di tengah-tengah sarapan yang menyenangkan. Alih-alih membuat orang lain terkejut dengan kedatangannya, ia yang kaget dengan kehadiran Karang di tengah keluarga yang ia sayang. Perang pun pecah. Ruah. Hingga keajaiban itu datang.

Judul : Moga Bunda Disayang Allah
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika
Tahun terbit : 2006

Di akhir buku ini, penulis menambahkan catatan bahwa buku ini terinspirasi oleh kisah hidup Hellen Keller, seorang penderita buta, tuli, dan sekaligus bisu yang melakukan banyak hal positif dalam hidupnya. Seperti yang penulis katakan dalam buku ini, kisah hidup Keller seharusnya membuat kita yang "sempurna" ini malu dan berpikir untuk membuat lebih banyak "keajaiban" bagi dunia. Hiks.

Melalui Karang dan Melati, Tere Liye berhasil menggambarkan bahwa Tuhan itu sangat adil. Jika kita merasa bahwa Ia tak adil, maka kitalah sebenarnya yang bebal dalam mencerna kekuasaan Tuhan yang tanpa batas. Buku ini juga menyisipkan pesan betapa keinginan yang kuat itu dapat mengubah segalanya. Terutama jika keinginan itu positif, berubah ke arah yang lebih baik. Maka Tuhan pun akan menggerakkan semesta untuk mendukung perubahan tersebut.

Kekurangan buku ini menurutku ada pada judulnya. Tidak mencerminkan keseluruhan isinya, apalagi doa ini hanya tertulis di akhir cerita. Judul yang semacam ini juga bisa ditemui pada novel Tere Liye yang berjudul Rembulan Tenggelam di Wajahmu. Tapi pada novel tersebut, cerita tentang betapa sang tokoh utama amat mengagumi rembulan tersebar di beberapa bab sehingga masih sesuai dengan kesimpulan di akhir cerita bahwa ternyata Rey, si tokoh ternyata menyapa Tuhannya melalui rembulan. Sedangkan pada novel ini kurasa fokus ceritanya bukan pada Bunda HK yang menjadi judul ini, tapi pada Melati dan tentu saja Karang. Ah Karang, aku kagum dengan kemampuan "merasakan"mu.
Rindang Yuliani
Hi, I'm Rindang Yuliani. I'm a writer, a civil servant, and living in Barabai, South Borneo. I love reading and I'm interested in travelling. My first book is Escape, Please!

Related Posts

Posting Komentar