Menikmati Proses. Meladeni Obsesi. Mengakrabi Tuhan.

Siapa yang Bersabar akan Beruntung

Posting Komentar
Judul: Ranah 3 Warna
Penulis: Ahmad Fuadi
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 2011
Alif baru saja tamat dari Pondok Madani. Dia bahkan sudah bisa bermimpi dalam Bahasa Arab dan Inggris.
Impiannya? Tinggi betul. Ingin belajar teknologi tinggi di Bandung seperti Habibie, lalu merantau sampai ke Amerika.

Dengan semangat menggelegak dia pulang kampung ke Maninjau dan tak sabar ingin segera kuliah. Namun kawan karibnya, Randai, meragukan Alif mampu lulus UMPTN. Lalu dia sadar, ada satu hal penting yang dia tidak punya. Ijazah SMA. Bagaimana mungkin mengejar semua cita-cita tinggi tanpa ijazah?

Terinspirasi semangat tim dinamit Denmark, dia mendobrak rintangan berat. Baru saja dia tersenyum, badai lain menggempurnya silih berganti tanpa ampun. Alif letih dan mulai bertanya-tanya: “sampai kapan aku harus teguh bersabar menghadapi semua cobaan hidup ini?” Hampir saja dia menyerah.

Rupanya “mantra” man jadda wajada saja tidak cukup sakti dalam memenangkan hidup.  Alif teringat mantra kedua yang diajarkan di Pondok Madani: man shabara zhafira. Siapa yang bersabar akan beruntung. Berbekal kedua mantra itu dia songsong badai hidup satu persatu. Bisakah dia memenangkan semua impiannya?

Ke mana nasib membawa Alif? Apa saja 3 ranah berbeda warna itu? Siapakah Raisa? Bagaimana persaingannya dengan Randai? Apa kabar Sahibul Menara? Kenapa sampai muncul Obelix, orang indian, Michael Jordan, dan Kesatria Berpantun? Apa hadiah Tuhan buat sebuah kesabaran yang kukuh?

Ranah 3 warna adalah hikayat tentang bagaimana impian tetap wajib dibela habis-habisan, walau hidup digelung nestapa tak berkesudahan, Tuhan sungguh bersama orang yang beruntung.
**

Benar sekali kata back cover synopsis tersebut, novel Ranah 3 Warna adalah sebuah hikayat. Sebuah perjalanan panjang anak manusia. Menjelajah 3 ranah, sedikit dari bagian bumi yang luas ini.

Kali ini aku akan lebih banyak membahas tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel ini. Tokoh-tokoh yang secara tidak langsung menginspirasiku.

Bang Togar. Kenapa tokoh ini tidak disebutkan dalam back cover synopsis ya? Padahal menurutku tokoh ini sangat berperan penting dalam kehidupan Alif. Guru menulis Alif yang sangat keras dan galak. Mampukah alif bertahan dengan cara didikan Bang Togar? Aku jadi membayangkan punya mentor menulis seperti Bang Togar, keras tapi menghasilkan.

Rusdi. Inilah nama teman alif yang digelari Ksatria Berpantun. Pada setiap kesempatan yang memungkinkan, dia akan berpantun. Pantun spontan. Asli Kalimantan, bagian selatan pula. Provinsi asalku. Jadi aku tahu persis gambaran Alif tentang Rusdi, khas orang banjar. Entah apakah ini benar atau tidak, sepertinya kebiasaan menekuk-nekukkan jari hingga berbunyi hanya dimiliki oleh orang Banjar. Seperti kebiasaan Rusdi yang membuat teman-teman Alif dari berbagai daerah ngeri melihatnya. Aku juga sering menekuk-nekukkan jari hingga mengeluarkan jari dalam kondisi tertentu.

Banyak tingkah laku Rusdi –yang notabene anak kampung, yang membuatku tertawa-tawa membaca novel ini. Ketika diolok oleh temannya tentang ke”katro”annya tersebut, ia menjawab dengan pantun.
Ikan tenggiri masuk ke kubu
Dimakan kering di atas kereta
Mari anak negeri saling bersatu
Bukan saling hina saling cela
Seketika, teman tersebut diam demi mendengar pantun Rusdi. Aku terkesan dengan isi pantun tersebut.

Randai.  Ya ampun sepertinya nama ini akan terus muncul bahkan hingga novel ketiga trilogi ini. Ya, Randai bagi Alif adalah kawan sekaligus lawan. Seseorang yang menjengkalkan namun secara tidak langsung yang juga menyemangatinya untuk selalu maju. Dengan caranya sendiri, Randai membuat Alif seperti sekarang. Ketika kehadiran gadis bernama Raisa misalnya, hubungan Alif semakin panas dengan Randai. Ya, mereka tidak hanya bersaing dalam bidang akademik ternyata, tetapi juga masalah cinta. Jadi siapakah yang beruntung mendapatkan Raisa, si gadis berkilau?

Menilik hubungan Alif dan Randai aku jadi senyum-senyum sendiri. Karena aku juga merasa memiliki hubungan ini dengan seorang teman. Entah teman tersebut merasakannya atau tidak. Bersaing secara sehat. Hingga sekarang persaingan tetap berjalan meskipun arah dan tujuan kami mulai jauh berbeda antara satu sam lain.

Seperti pada novel sebelumnya, “mimpi” tetap menjadi tonggak utama dalam pesan cerita. Jangan takut bermimpi. Kali ini Randai menambahkan man shabara zhafira dalam rumus hidupnya. Ia yakin bahwa keberuntungan akan menghampiri orang-orang yang sabar, setelah bersungguh-sungguh dalam usaha. Seperti yang tersurat dalam “mantra” man jadda wajada. Diceritakan dalam novel ini, kehidupan Alif sangat keras. Hidupnya benar-benar terlibat susah, mulai dari kehilangan seseorang yang ia cintai, kekurangan uang untuk kuliah, kerja banting tulang, dirampok, dan lain-lain. Namun pada akhirnya, keberuntungan tetap menyertainya.


Intinya, novel ini benar-benar pas dibaca oleh orang yang menginginkan motivasi melalui cerita di tengah kehidupan yang tak pernah sepi rintangan ini. Selamat membaca!
Rindang Yuliani
Hi, I'm Rindang Yuliani. I'm a writer, a civil servant, and living in Barabai, South Borneo. I love reading and I'm interested in travelling. My first book is Escape, Please!

Related Posts

Posting Komentar