Menikmati Proses. Meladeni Obsesi. Mengakrabi Tuhan.

Jalan-jalan ke Bumi Etam, Samarinda

Posting Komentar
            Sebenarnya aku sangat jarang mengunjungi kota Samarinda. Bahkan, akhir-akhir ini aku hanya ingat 2 kali pernah ke sana. Setidaknya setelah aku pindah dari Bumi Etam tersebut ke Kalimantan Selatan, tempatku sekarang berdomisili. Ketika itu aku masih balita. Tak banyak kenangan yang berhasil ku ingat.
Jika aku ke ibukota provinsi Kalimantan Timur ini alasanku hanya satu, yaitu mengunjungi keluarga uakku, kakak ayahku. Tiga tahun yang lalu, terakhir aku ke sana aku berkesempatan jalan-jalan ke beberapa tempat wisata di sekitar Kota Samarinda.

DESA BUDAYA PAMPANG
Bersama sepupuku, aku berboncengan naik sepeda motor menuju ke desa budaya ini. Desa ini tidak terlalu jauh dari pusat Kota Samarinda, cukup berkendara sekitar 45 menit dari rumah sepupuku di kelurahan Sempaja. Sayang sekali ketika kami sampai, pertunjukan tarian adatnya sudah selesai. Padahal niat utamanya adalah menonton itu dan memang suguhan utama Desa Budaya Pampang ini adalah tarian adat yang diadakan setiap hari minggu pukul 14.00- 15.00.

Ukiran khas Suku Dayak di dinding Rumah Lamin

Walaupun begitu suasana di sana masih rame. Setidaknya aku tidak sendirian ketika datang dan melihat-lihat Rumah Lamin, rumah panggung tempat pertunjukan tarian diadakan. Tentunya, sambil foto-foto juga.

Di depan Rumah Lamin

Oya, mengenai foto-foto, ada beberapa anak kecil yang berpakaian tarian adat yang bersedia untuk foto bareng tapi dengan ongkos 20 ribu rupiah per foto. Weww. Entah karena selain aku merasa kemahalan waktu itu atau obsesiku memang hanya ingin berfoto dengan nenek-nenek yang punya telinga panjang (dan tidak kesampaian), jadi aku menolak halus tawaran anak-anak kecil nan cantik itu. Setelah puas melihat-lihat dan foto-foto, aku membeli beberapa cendera mata untuk sahabat-sahabatku.

Cendera mata -entah dari gigi taring hewan apa, dari Desa Budaya Pampang

AIR TERJUN TANAH MERAH
Awalnya sih horor dengar kata “tanah merah”. Kutanya sepupuku, apa arti tanah merah itu. Dia menjawab simpel, itu nama daerahnya. Yah, padahal aku berharap mendengar cerita. Sayang sekali, aku salah orang. Bertanya dengan sepupuku yang satu ini memang tidak memuaskan hati bagi orang yang selalu ingin tahu seperti aku. Sepupuku ini orangnya pelit bicara :p
Air terjun tanah merah penampakannya sama saja dengan air terjun seperti biasa yang kita lihat. Terjun dari ketinggian 15 meter, airnya bermuara di sebuah ceruk menyerupai danau di bawahnya. Kusebut danau bukan sungai, karena seingatku air tersebut tidak mengalir kemana-mana. Di danau tersebut layaknya kolam renang, banyak pengunjung  yang berenang atau hanya berendam. Sepertinya tidak terlalu dalam, karena ada orang tua yang berani membawa anak kecilnya bercebur ke sana. Pertunjukan yang cukup menghibur di sana adalah aksi beberapa orang pemuda dan remaja yang terjun bebas dari puncak air terjun. Alamak, berani sekali mereka. Mau begitu juga kah, tanya sepupuku. Eh nggak ding, jawabku. Ngeri. Untuk menju puncak air terjun, telah dibuatkan undakan menyerupai tangga dari tanah di sebelah kiri air terjun.

Air Terjun Tanah Merah

Air terjun ini terletak di Dusun Purwasari, Kecamatan Samarinda Utara, masih satu kecamatan dengan rumah sepupuku. Udara di sana cukup sejuk kalau tidak boleh dibilang dingin. Sangat cocok bagi yang ingin menikmati segarnya hawa pegunungan. Aku dan sepupuku pun hanya duduk menikmati suasana yang jarang bisa ditemui di perkotaan ini. Oya jalan masuk menuju air terjunnya dari tempat parkir lumayan jauh lho. Cukup membuat pegal kaki yang jarang berjalan jauh.

ISLAMIC CENTER SAMARINDA
Selanjutnya aku pergi ke masjid megah di pusat Kota Samarinda, namanya Islamic Center Samarinda. Alhamdulillah, aku sempat menunaikan shalat (zuhur kalo ngga salah di sana) di sana trus foto-foto juga. Disebut-sebut masjid ini adalah masjid termegah dan terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Masjid Istiqlal. Kalau dilihat dari Jembatan Mahakam, keren sekali. Strukturnya yang besar terlihat mencolok dibandingkan bangunan lain di sekitarnya.

Miniatur Islamic Center Samarinda

"Penampakan" Islamic Center Samarinda dari jalan masuk

Di salah satu sudut bangunan Islamic Center Samarinda


JEMBATAN MAHAKAM
Jembatan yang terbentang di atas Sungai Mahakam ini termasuk salah satu objek wisata Kota Samarinda. Aku sendiri belum pernah sengaja mampir untuk menikmati pemandangannya. Tapi jika pas lewat di atasnya, biasanya sepupuku yang mengendarai mobil atau motor akan memperlambat jalan kendaraan untuk memberikan kesempatan padaku menikmati pemandangan Sungai Mahakam dan Kota Samarinda dari atas jembatan.
Jembatan mahakam sendiri ada tiga. Jembatan yang sering kulewati adalah jembatan Mahakam Kota (Mahkota) I. Jembatan ini menghubungkan Kota Samarinda dengan Kota Samarinda Seberang. Jembatan Mahkota II terletak di sebelah hilir jembatan Mahkota I. Pada akhir November 2011, beberapa bulan setelah aku berkunjung ke Samarinda, terdengar kabar bahwa jembatan ini putus dan menelan banyak korban jiwa. Jembatan yang ketiga adalah Jembatan  Mahakam Ulu (Mahulu). Aku pernah sekali melewati jembatan ini sepulang dari Kota Balikpapan. Saat itu pembangunan jembatannya baru selesai, jembatannya masih terlihat sangat kinclong. Arsitekturnya juga unik, berbeda dengan dua Jembatan Mahakam lainnya yaitu bentuk baja setengah lingkaran terbentang di sepanjang jembatan tersebut.

Jembatan Mahakam Ulu Samarinda


Rindang Yuliani
Hi, I'm Rindang Yuliani. I'm a writer, a civil servant, and living in Barabai, South Borneo. I love reading and I'm interested in travelling. My first book is Escape, Please!

Related Posts

Posting Komentar